DILEMA MUSLIM 04 NOVEMBER

Maklum saja kalangan Muslim saat ini dilema, bagaiman tidak? Kita di hadapkan dengan realita yang merancaukan pikiran. Demo dengan resiko akan dianggap bahwa muslim tidak punya sikap toleransi antar agama, atau Diam dengan resiko akan terkena Nash adh’aful Imaan.

Dua perkara ini mirip tapi sangat kontras jika kita renungi dengan pemikiran Islam yang terarah. Keduanya sama-sama mempunyai mafsadah sekaligus maslahat yang abstrak. Tentu saja respon spontan ahok saat mengutarakan kampanyenya bukanlah sejenis tindakan yang buram, dia secara transparan menyuruh masyarakat mengkufuri ayat Al-Quran, lepas dari strategi politik pesaingnya, seruan ini sangat brutal dan ekstrem untuk kelas pencalonan Gubernur. Uniknya ialah respon khalayak luar dalam mengekspresikan sikap kekecewaan dan atau toleransi beragama, dan ini bahan renungan kita para ABG, sebagian memenuhi ruang beranda Facebook dengan opini masing-masing, ada pula yang mengotori jalan raya menggunakan banner yang tertulis kata-kata tak pantas. Akankah tindakan seperti ini dapat di golongkan sebagian dari Syi’ar Islam? Bahkan ini mencoreng nama baik Islam itu sendiri yang Rahmatan Lil Alamiin. Slogan “Bunuh Ahok” sah-sah saja, bagaimana jika ini berimbas pada kekacauan Bhinneka Tunggal Ika, dalam hal ini cara seperti itu sangatlah tidak efektif, bahkan bisa dikatakan hanya luapan keikut sertaan tanpa pengetahuan atau following others beacuse a moment, selepas momen tenang, mengeringlah pula iman yang sempat mengalir deras. Ini seni politikus bro! Bukan seni para pelajar.

Khalayak muslim luar sekarang ini tak ubahnya seperti domba yeng sedang diadu oleh oknum yang cerdik. Menarik untuk disimak bagaimana Forum Pembela Islam (FPI) dengan tertib serta dingin mengarahkan pengikut garis kerasnya untuk melaksanakan aksi protes besar-besaran yang langsung menuju target muslim bulan november ini. Sekaligus memberi tamparan kepada Ahok bahwa mereka mewakili Muslim Nusantara ialah singa yang siap membunuh siapa saja yang usil. Sejak zaman dahulu sy. Umar dibutuhkan Islam untuk menguatkan agama Islam, dan sy. Abu bakar yang lembut nan dingin untuk diambil sikap bijaknya.

Soal perdebatan di medsos, coba renungi dengan bijaksana apa yang sedang terjadi, setiap akun mempunyai argumentasi untuk mendukung “kepentingan beradu” sendiri, tanpa moderator mereka berdiskusi menggunakan amarah dengan bukti pada pertengahan komentar terdapat kata-kata tidak pantas tertulis. Kejadian seperti ini sungguh sangat disesalkan mengingat terbitnya dari saudara Muslim sendiri, karena sangat tidak ilmiyah dan hanya omong kosong belaka. Padahal Rasulullah telah bersabda, diriwayatkan dari Abi Hurayrah RA: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah berkata baik atau hendak berdiam”. Ternyata jika kita selami hadits tsb.  berkata baik tidak hanya ditujukan kepada komunitas tertentu dengan bukti tidak adanya objek khusus yang didawuhkan, maka yang seperti ini ialah subjektif invidu masing-masing untuk bertutur lembut atau tidak kepada khalayak khusus atau tertentu. Allah SWT. Telah berfirman:” اذهب إلى فرعون إنه طغى” (QS Thaahaa : 24.), coba renungi ayat ini, Allah mengkhitobi fir’aun seraya mencelanya, karena memang fir’aun telah melewati batas dalam kekufurannya. Maka memang seharusnya kafir direndahkan dan tidak diperbolehkan untuk mempunyai wewenang atas umat Muslim, sebagaimana Nabi Musa telah menyelamatkan Bani Israil dari kekangan praktek kerja rodhi fir’aun.  Mereka (Kafir. Red) ialah fitnah di alam ini, fitnah mereka telah melebihi batas sehingga tidak mempercayai Wahyu teragung baginda Nabi Muhammad SAW. yaitu AlQur’an. Coba ingat firman Allah saat Muslim diganggu Musyrik makkah: والفتنة أشد من القتل (QS. AlBaqarah : 191.) AlFitnah di ayat tersebut ialah Syirk sebagaimana di Tafsir Jalalain. Bahkan ternyata kemusyrikan ialah perkara yang sama sekali tidak dapat ditolerir, jika seperti itu maka dalih toleran bukanlah sebuah hal tepat, dengan bukti boleh membunuh kaum musyrik yang telah melampaui batas. Lalu bagaimana dengan mencela? Sasaran tembaknya juga harus pas, target harus di ukur sebelum mengeluarkan kalimat pencelaan, sangat kontras dengan yang terjadi di Sosial Media, sebagai anak muda update di sana sama saja dengan menyelam sambil minum air atau sebagai udan di balik batu. Renungi hadits Rasulullah diriwayatkan dari Abi Harayrah: “Termasuk dari bagusnya Islam seseorang ialah meninggalkan perkara yang tidak memberi manfaat”. Sah sah saja bagi setiap akun untuk melecehkan oknum musyrik, ternyata realitanya malah mencela sesama muslim sampai mencatat kata-kata tak layak. Rasulullah sudah mewanti-wanti sejak dahulu agar keadaan seperti dapat di hindari:”بحسب امرئ من الشر أن يحقر أخاه المسلم كل المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه”.  Dengan melihat kejelekan saudaranya yang muslim boleh bagi muslim lain merendahkannya yaitu sifat buruknya, selain itu haram darah, harta dan harga dirinya. Ternyata yang diperbolehkan untuk dibenci ialah keburukan, kembali lagi pada setiap perkara buruk tidak ada toleransi untuk dibela dan dipertahankan, gugurkan!.

Dewasa ini, khalayak luar kurang begitu kompeten dalam menjaga perilaku dan tutur kata seiring modernisasi zaman beserta mudahnya menuangkan opini menurut kehendak masing-masing. Tentu tidak dapat diharapkan persatuan yang kukuh dan absolut karena hal ini mustahil modern ini. Aksi anarkis dari para pendemo yang mungkin bisa jadi ialah pihak bayaran dari oknum tertentu, mulai dari membakar mobil, bentrok dengan aparat dsb. Kalau direnungi, perilaku seperti ini bukanlah yang diharapkan oleh syari’at mengingat pada Firman Allah SWT : فلا تعتدوا إن الله لا يحب المعتدين (QS. AlBaqarah) Coba cermati potongan ayat ini, kalimat sebelumnya ialah perintah untuk berjihad dengan kontekstual tanpa ampun. Tetapi sungguh AlQuran tidak mengajarkan sikap anarkisme. Kalau direnungi lebih dalam, Ini adalah keterangan mengenai sikap bertolerir antar agama, inilah cara yang mengesankan dari Islam yang sejak dahulu diakui kelembutan terhadap kaum tak bersalah, meski berjihad untuk menghidupkan / membela agama tetap saja ajaran Islam menggunakan toleransi yang memukau. Saat zaman sy. Abu Bakar, beliau berwasiat kepada pasukan yang akan dikirim ke medan peperangan. Diantaranya ialah: Tidak diperbolehkan membunuh anak kecil, perempuan, dan kakek tua, tidak boleh menebang pohon, dan membunuh hewan ternak. Ternyata meskipun keadaan segenting apapun bahkan ketika nyawa telah dipertaruhkan tetap tidak diperkenankan membunuh /dan menyalahi yang lemah, dalam arti lain tidak ekstrem serta brutal. Kelompok tersebut ialah golongan yang tidak ikut berperang, meskipun sebagian ada yang membantu merealisasikannya,  namun sama sekali tidak ada tindakan untuk melukai dan mencederai. Maka yang harus disalahkan ialah yang bersalah dan tidak dapat ditolerir. Wallahu A’lam bis Showab.

,

Tinggalkan komentar